Minggu, 26 April 2020

Resume Buku: Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain & Pengembangan (5)


               I.          Landasan Sosiologis
A.   Masyarakat, Kebudayaan dan Pendidikan
1.    Tingkah laku kultural
Antropologi Beattie menyimpulkan bahwa kebudayaan mencakup semua tingkah laku yang dipelajari manusia, dengan berbekal tingkah laku kultural warga bisa berfungsi dan bertingkah laku baik.hanya dengan hidup bersama di masyarakat, seorang indvidu dapat mempelajari kekayaan budaya sosial dan tingkah laku budayanya.

2.    Bias Kultural Tak Disadari
Adanya kecendrungan warga berpihak pada kebudayaan sendiri. Keberpihakan itu disebabkan kultur dan norma budaya telah mengikat tiap warga, sehingga ia tetap berada dalam kungkungan kapsul budayanya itu.
3.     Faktor Sosial Psikologi Bias Kultur
Self-fulfilling prophecy. Konsep ini terkait dengan pandangan seseorang tentang sesuatu berdasarkan pada kreasi dan validasi tentang sesuatu yang didasarkan orang itu pada apa yang dianggapnya ada daripada apa yang sesungguhnya ada. Faktor yang menyebabkan seseorang gagal memandang sesuatu secara akurat: 1. Kita memersepsi sesuatu berdasarkan latihan yang telah kita peroleh dan pengalaman masa lampau, 2 kita memandang sesuatu berdasarkan harapan, 3. Kita memandang sesuatu berdasarkana kita, dan kita melihat sesuatu atas pengaruh orang lain.
4.    Agen Sosialisasi
Sehubungan dengan enkapsulasi yang membuat warga masyarakat bias terhadap budaya sendiri, muncul fungsi pendidikan untuk “mengeluarkan” peserta didik dari kungkungan kapsul budayanya melalui kurikulum yang membuka jalan bagi transformasi kebudayaan. Ini berarti masyarakat mendirikan sekolah, bukan sekadar untuk mewariskan kebudayaan apa adanya, tetapi juga mentransformasi kebudayaan dan mengembangkan potensi individualsiswa bagi kemajuan kehidupan masyarakat.
B.    Struktur Kebudayaan
1.    Budaya Universal
Budaya universal ialah semua nilai-nilai, kepercayaan dan adat istiadat yang dianut semua warga suatu masyarakat. Konten budaya berkaitan dengan bahasa, makanan, agama, pola piker, norma kepercayaan, dan nilai-nilai. Sehingga kalau ada warga yang melakukan pelanggaran norma spesifik, ia bisa menerima sanksi masyarakat karena melanggar ketentuan elemen budaya universal.

2.    Budaya Khusus
Budaya khusus terdapat hanya pada sub grup budaya tertentu saja. Kebudayaan khusus biasa ditemui pada masyarakat multikultur dan kompleks. Subkelompok berdasar profesi, kelas sosial, gender, umur, agama atau etnis.

3.    Budaya Alternatif
Budaya alternative berbeda, bahkan bertentangan dengan budaya universal yang berlaku umum di masyarakat atau dengan budaya khusus. Adopsi budaya alternative atau budaya khusus ke dalam kurikulum tidak boleh dilakukan dengan indoktrinasi tetapi melalui pengkajian yang mendalam agar tidak banyak penolakan oleh masyarakat berbudaya universal.
C.    Nilai-nilai dan Kepribadian
Manusia bukan hanya knowing organism tetapi juga valuing organism, Artinya, tata cara hidup dan tingkah laku warga mengandung nilai-nilai dan merupakan suatu kepribadian masyarakat, karena mengandung pilihan tindakan yang lebih diterima dan lebih baik dari pilihan tata cara hidup lain. Nilai yang dijunjung tinggi seseorang bukan terlihat pada apa yang dikatakannya.

Dalam konteks sekolah, kurikulum disusun dan dikembangkanagar nilai-nilai yang dianut dapat dilaksanakan siswa walaupun selalu saja terdapat kesenjangan antara apa yang dinilaikan dan apa yang dilakukan. Ini juga berarti kultur sekolah harus mencerminkan nilai-nilai yang dianut sekolah dan terdapat dalam kurikulum sekolah.

Kita tahu bahwa pendidikan harus membantu siswa menerima budayanya apa adanya. Tetapi, dalam hal ada cultural change, budaya harus dijadikan sebagai a supporting cognitive growth (fasilitas pertumbuhan kognitif) siswa dengan cultural amplifiers, yaitu peningkatan kemampuan kognitif siswa untuk memahami perubahan kultur baru itu, tetapi bisa dan mengikutinya dengan kesadaran bahwa perubahan kultur itu baik bagi perkembangan budayanya sendiri.
D.   Aspek kultural Psikologis
Apabila kurikulum sekolah disusun dan diimplementasikan tidak lebih dari indoktrinasi kebudayaan, akibatnya kurikulum sekolah menjadi stempel kultural. Akibat yang lebih fatal akan membuat masyarakat statis, tidak akan pernah maju, malahan akan menolak kebudayaan lain yang barangkali lebih baik dari kebudayaan sendiri. Apalagi kalau keadaan itu berkembang menjadi penolakan terhadap yang bersifat kebudayaan asing, terutama jika sampai mencapai keadaan yang menimbulkan nationalist sentiment. Perlu kurikulum yang memperkenalkan sifat relativitas kebudayaan, sehingga terbuka pintu untuk mempelajari nilai-nilai yang baik dari kebudayaan lain.

E.    Pendidikan Karakter (Pendidikan Nilai-nilai)
Perlunya pendidikan nilai dilakukan terkait pula dengan maraknya isu kontemporer yang menyalahi nilai yang dianut seperti kerakusan perusahaan besar, penyalahgunaan obat terlarang dan korupsi. Pendidikan karakter mencakup bukan hanya kategori kebaikan hubungan dengan orang lain seperti toleransi, respek pada orang lain, sukamenolong, simpati, tetap juga bagi kebaikan diri sendiri (self oriented virtues) seperti kerja keras, disiplin diri, pantang menyerah, serta kombinasi kedua kategori tersebut. Selain itu, kita perlu menambah kategori ketiga, yaitu nilai-nilai yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, sehingga pendidikan nilai-nilai lebih tepat disebut pendidikan akhlak mulia. Sasaran sekolah ialah pembentukan siswa sebagai manusia seutuhnya. Kurikulum harus fokus pada intelektual, pengamalan dan tingkah laku.

F.    Sumber Perubahan Kurikulum
Pendidikan berada di persimpangan jalan, antara berlarinya perubahan masyarakat dan merangkaknya perubahan sekolah.
1.    Perubahan Masyarakat
Salah satu penyebab konservatisme institusi pendidikan ialah kesenjangan yang disebabkan perbedaan antara laju kemajuan teknologi disatu pihak dan nilai-nilai institusi sosial di lain pihak.

Future shock, yaitu keterkejutan yang ditimbulkan perpindahan ke masa depan yang sangat cepat dibandingkan keterbatasan kemampuan manusia mengikuti perubahan drastis. Misalnya kesukaran menentukan pilihan yang bijak dari berbagai ragam merek produk yang melimpah ruah sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terkait fenomena ini, kedua penulis merekomendasi agar para pendidik terutama hali kurkulum mengurangi dampak educational lag atau future shock dengan tidak mendesain kurikulum 1990an dengan kurikulum sekolah 1970an
2.    Perubahan Sekolah
Meskipun sekolah sudah mengalami perubahan dari sisi teknologi, namun masih berfokus pada teaching daripada learning. Ini berarti suasana kelas lebih bersifat instruktif, indoktrinatif dengan objeknya siswa yang pasif, sehingga sistem pembelajaran belum bersifat dialogis, partisipatif dengan siswa yang aktif. Dengan kata lain, siswa kebanyakan masih berperan sebagai objek pengajaran guru daripada subjek pembelajaran siswa sendiri.
3.    Pengembangan Pengetahuan
Jumlah pengetahuan ilmiah terus bertambah, ledakan pengetahuan tidak bisa dipungkiri. Masalah pokok ialah seleksi pengetahuan yang masuk kurikulum, yaitu pengetahuan yang bermanfaat bagi siswa dalam menghadapi kehidupan masa depan.
4.    Perubahan masa depan
Ornstein & Hunskins mengajukan 10 rekomendasi tentang knowledge and future learning
·      Keterampilan dasar (membaca, menulis,berhitung, computer, bahasa asing,)
·      Keterampilan learning how to learn
·      Aplikasi pengetahuan pada kehidupan nyata
·      Kemandirian siswa, rasa percaya diri, motivasi, perasaan, ranah afektif, merasa puas atas diri sendiri dan orang lain, kekhawatiran tidak dapat memanfaatkan keterampilan kognitifnya
·      Opsi tentang cara dan metode belajar
·      Kemampuan menghadapi sains dan teknologi
·      Menyiapkan siswa menghadapi kehidupan birokratif, seseorang dituntut untuk berhubungan baik secara horizontal maupun vertikal kaitannya dengan undang-undang yang berlaku.
·      Kemampuan mengakses informasi lama sehingga ia dapat mengembangkan , memodifikasi atau mentransformasinya menjadi pengetahuan baru
·      Memfasilitasi siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat, memperoleh banyak pembelajaran baru di luar sekolah
·      Menggunakan pengetahuan sebagai refleksi aksi nilai-nilai dan struktur nilai yang kita pentingkan

Dirangkum dari   Sumber:Ansyar, Mohammad.2017. KURIKULUM Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan. Jakarta: Penerbit Kencana  Resume Buku: Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain & Pengembangan (3)

0 komentar:

Posting Komentar