I.
Landasan Sosiologis
A.
Masyarakat, Kebudayaan dan Pendidikan
1.
Tingkah laku kultural
Antropologi Beattie menyimpulkan bahwa kebudayaan
mencakup semua tingkah laku yang dipelajari manusia, dengan berbekal tingkah
laku kultural warga bisa berfungsi dan bertingkah laku baik.hanya dengan hidup
bersama di masyarakat, seorang indvidu dapat mempelajari kekayaan budaya sosial
dan tingkah laku budayanya.
2.
Bias Kultural Tak Disadari
Adanya kecendrungan warga berpihak pada kebudayaan
sendiri. Keberpihakan itu disebabkan kultur dan norma budaya telah mengikat
tiap warga, sehingga ia tetap berada dalam kungkungan kapsul budayanya itu.
3.
Faktor
Sosial Psikologi Bias Kultur
Self-fulfilling prophecy. Konsep ini terkait dengan
pandangan seseorang tentang sesuatu berdasarkan pada kreasi dan validasi
tentang sesuatu yang didasarkan orang itu pada apa yang dianggapnya ada
daripada apa yang sesungguhnya ada. Faktor yang menyebabkan seseorang gagal
memandang sesuatu secara akurat: 1. Kita memersepsi sesuatu berdasarkan latihan
yang telah kita peroleh dan pengalaman masa lampau, 2 kita memandang sesuatu
berdasarkan harapan, 3. Kita memandang sesuatu berdasarkana kita, dan kita
melihat sesuatu atas pengaruh orang lain.
4.
Agen Sosialisasi
Sehubungan dengan enkapsulasi yang membuat warga
masyarakat bias terhadap budaya sendiri, muncul fungsi pendidikan untuk “mengeluarkan”
peserta didik dari kungkungan kapsul budayanya melalui kurikulum yang membuka
jalan bagi transformasi kebudayaan. Ini berarti masyarakat mendirikan sekolah,
bukan sekadar untuk mewariskan kebudayaan apa adanya, tetapi juga
mentransformasi kebudayaan dan mengembangkan potensi individualsiswa bagi
kemajuan kehidupan masyarakat.
B.
Struktur Kebudayaan
1.
Budaya Universal
Budaya universal ialah semua nilai-nilai, kepercayaan
dan adat istiadat yang dianut semua warga suatu masyarakat. Konten budaya
berkaitan dengan bahasa, makanan, agama, pola piker, norma kepercayaan, dan
nilai-nilai. Sehingga kalau ada warga yang melakukan pelanggaran norma
spesifik, ia bisa menerima sanksi masyarakat karena melanggar ketentuan elemen
budaya universal.
2.
Budaya Khusus
Budaya khusus terdapat hanya pada sub grup budaya
tertentu saja. Kebudayaan khusus biasa ditemui pada masyarakat multikultur dan
kompleks. Subkelompok berdasar profesi, kelas sosial, gender, umur, agama atau
etnis.
3.
Budaya Alternatif
Budaya alternative berbeda, bahkan bertentangan
dengan budaya universal yang berlaku umum di masyarakat atau dengan budaya
khusus. Adopsi budaya alternative atau budaya khusus ke dalam kurikulum tidak
boleh dilakukan dengan indoktrinasi tetapi melalui pengkajian yang mendalam
agar tidak banyak penolakan oleh masyarakat berbudaya universal.
C.
Nilai-nilai dan Kepribadian
Manusia bukan hanya knowing organism tetapi juga
valuing organism, Artinya, tata cara hidup dan tingkah laku warga mengandung
nilai-nilai dan merupakan suatu kepribadian masyarakat, karena mengandung
pilihan tindakan yang lebih diterima dan lebih baik dari pilihan tata cara
hidup lain. Nilai yang dijunjung tinggi seseorang bukan terlihat pada apa yang
dikatakannya.
Dalam konteks sekolah, kurikulum disusun dan
dikembangkanagar nilai-nilai yang dianut dapat dilaksanakan siswa walaupun
selalu saja terdapat kesenjangan antara apa yang dinilaikan dan apa yang
dilakukan. Ini juga berarti kultur sekolah harus mencerminkan nilai-nilai yang
dianut sekolah dan terdapat dalam kurikulum sekolah.
Kita tahu bahwa pendidikan harus membantu siswa
menerima budayanya apa adanya. Tetapi, dalam hal ada cultural change, budaya
harus dijadikan sebagai a supporting cognitive growth (fasilitas pertumbuhan
kognitif) siswa dengan cultural amplifiers, yaitu peningkatan kemampuan
kognitif siswa untuk memahami perubahan kultur baru itu, tetapi bisa dan
mengikutinya dengan kesadaran bahwa perubahan kultur itu baik bagi perkembangan
budayanya sendiri.
D.
Aspek kultural Psikologis
Apabila kurikulum sekolah disusun dan
diimplementasikan tidak lebih dari indoktrinasi kebudayaan, akibatnya kurikulum
sekolah menjadi stempel kultural. Akibat yang lebih fatal akan membuat
masyarakat statis, tidak akan pernah maju, malahan akan menolak kebudayaan lain
yang barangkali lebih baik dari kebudayaan sendiri. Apalagi kalau keadaan itu
berkembang menjadi penolakan terhadap yang bersifat kebudayaan asing, terutama
jika sampai mencapai keadaan yang menimbulkan nationalist sentiment. Perlu
kurikulum yang memperkenalkan sifat relativitas kebudayaan, sehingga terbuka
pintu untuk mempelajari nilai-nilai yang baik dari kebudayaan lain.
E.
Pendidikan Karakter (Pendidikan Nilai-nilai)
Perlunya pendidikan nilai dilakukan terkait pula
dengan maraknya isu kontemporer yang menyalahi nilai yang dianut seperti
kerakusan perusahaan besar, penyalahgunaan obat terlarang dan korupsi.
Pendidikan karakter mencakup bukan hanya kategori kebaikan hubungan dengan
orang lain seperti toleransi, respek pada orang lain, sukamenolong, simpati,
tetap juga bagi kebaikan diri sendiri (self oriented virtues) seperti kerja
keras, disiplin diri, pantang menyerah, serta kombinasi kedua kategori
tersebut. Selain itu, kita perlu menambah kategori ketiga, yaitu nilai-nilai
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
pendidikan nilai-nilai lebih tepat disebut pendidikan akhlak mulia. Sasaran
sekolah ialah pembentukan siswa sebagai manusia seutuhnya. Kurikulum harus
fokus pada intelektual, pengamalan dan tingkah laku.
F.
Sumber Perubahan Kurikulum
Pendidikan berada di persimpangan jalan, antara
berlarinya perubahan masyarakat dan merangkaknya perubahan sekolah.
1.
Perubahan Masyarakat
Salah satu penyebab konservatisme institusi
pendidikan ialah kesenjangan yang disebabkan perbedaan antara laju kemajuan
teknologi disatu pihak dan nilai-nilai institusi sosial di lain pihak.
Future shock, yaitu keterkejutan yang ditimbulkan
perpindahan ke masa depan yang sangat cepat dibandingkan keterbatasan kemampuan
manusia mengikuti perubahan drastis. Misalnya kesukaran menentukan pilihan yang
bijak dari berbagai ragam merek produk yang melimpah ruah sebagai hasil
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terkait fenomena ini, kedua penulis
merekomendasi agar para pendidik terutama hali kurkulum mengurangi dampak
educational lag atau future shock dengan tidak mendesain kurikulum 1990an
dengan kurikulum sekolah 1970an
2.
Perubahan Sekolah
Meskipun sekolah sudah mengalami perubahan dari sisi
teknologi, namun masih berfokus pada teaching daripada learning. Ini berarti
suasana kelas lebih bersifat instruktif, indoktrinatif dengan objeknya siswa
yang pasif, sehingga sistem pembelajaran belum bersifat dialogis, partisipatif
dengan siswa yang aktif. Dengan kata lain, siswa kebanyakan masih berperan
sebagai objek pengajaran guru daripada subjek pembelajaran siswa sendiri.
3.
Pengembangan Pengetahuan
Jumlah pengetahuan ilmiah terus bertambah, ledakan
pengetahuan tidak bisa dipungkiri. Masalah pokok ialah seleksi pengetahuan yang
masuk kurikulum, yaitu pengetahuan yang bermanfaat bagi siswa dalam menghadapi
kehidupan masa depan.
4.
Perubahan masa depan
Ornstein & Hunskins mengajukan 10 rekomendasi
tentang knowledge and future learning
·
Keterampilan dasar (membaca, menulis,berhitung, computer,
bahasa asing,)
·
Keterampilan learning how to learn
·
Aplikasi pengetahuan pada kehidupan nyata
·
Kemandirian siswa, rasa percaya diri, motivasi,
perasaan, ranah afektif, merasa puas atas diri sendiri dan orang lain, kekhawatiran
tidak dapat memanfaatkan keterampilan kognitifnya
·
Opsi tentang cara dan metode belajar
·
Kemampuan menghadapi sains dan teknologi
·
Menyiapkan siswa menghadapi kehidupan
birokratif, seseorang dituntut untuk berhubungan baik secara horizontal maupun vertikal
kaitannya dengan undang-undang yang berlaku.
·
Kemampuan mengakses informasi lama sehingga ia
dapat mengembangkan , memodifikasi atau mentransformasinya menjadi pengetahuan
baru
·
Memfasilitasi siswa menjadi pembelajar sepanjang
hayat, memperoleh banyak pembelajaran baru di luar sekolah
·
Menggunakan pengetahuan sebagai refleksi aksi
nilai-nilai dan struktur nilai yang kita pentingkan
Dirangkum dari Sumber:Ansyar, Mohammad.2017. KURIKULUM Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan. Jakarta: Penerbit Kencana Resume Buku: Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain & Pengembangan (3)