I.Konsepsi
Definisi Kurikulum
A. Pengertian dan Konsep Kurikulum
1. Konsep Kurikulum
Definisi kurikulum
tradisional, berdasarkan filsafat perenialisme, mengartikan kurikulum sebagai
an organized body of knowledge yang tersusun dalam berbagai mata pelajaran.
Definisi berkembang dari rencana untuk mengajarkan mata pelajaran menjadi
pengalaman belajar terencana.
Pada abad ke-20.
Konsep kurikulum tradisional mendapat tantangan. Khazanah ilmu pengetahuan
berkembang pesat yang memunculkan ledakan pengetahuan , sehingga tidak mungkin
semua pengetahuan diajarkan guru kepada siswa. Sangat sukar menyeleksi
pengetahuan “esensial” untuk masuk buku teks atau buku paket.Kenyataan ini
mengharuskan pendidik mengubah orientasi pembelajaran dari mengajarkan menjadi
membelajarkan siswa dengan menyesuaikan materi dan tingkat kematangan siswa.
Kurikulum dimaknai berbeda oleh penulis
akademik dan pemerintah suatu Negara yang umumnya menginginkan kurikulum
sebagai instrumen perkembangan sosial dan ekonomi.
Setiap kurikulum harus menetapkan terlebih dahulu tujuan
yang akan dicapai, konten, kegiatan belajar dan pengalaman belajar yang
dirancang untuk mencapai tujuan itu, serta harus dilakukan evaluasi untuk
memastikan apakah kurikulum itu efektif dan efisien.
Adapun kurikulum, menurut
pendekatan humanistik, ialah kurikulum yang mementingkan belajar kooperatif,
belajar mandiri, belajar dalam kelompok kecil. Bahkan tujuan kurikulum bisa
ditetapkan bersama orang tua siswa atau masyarakat, bahkan bisa bersama siswa
itu sendiri. Walaupun demikian, yang penting bagi pendidikan humanistic ialah
kurikulum harus dapat memberdayakan semua potensi siswa agar ia bisa
merealisasi dirinya menjadi seorang mandiri sesuai minat bakat dan potensi,
kebutuhan dan tujuan pembelajar.
2. Definisi Kurikulum
Secara harfiah, Kurikum
berasal dari bahasa Latin currere yang berarti lapangan pertandingan. Kurikulum
sebagai arena tempat siswa bertanding guna mencapai garis finish yang ditandai
dengan pemberian diploma, ijazah atau gelar kesarjanaan
Pengertian harfiah modern currere yang
berarti berlari yang kemudian berkembang menjadi program studi. Para peserta
bertanding dengan mengutamakan kapasitas individual agar mampu mengaktualisasi
diri di masa lalu, sekarang dan masa depan. Konsep kurikulum, menurut harfiah
terakhir, lebih pas sebagai perolehan perspektif indvidu tentang hidup.
Sebagai rencana pembelajaran, Menurut
Tanner dan Tanner, Kurikulum adalah pengalaman belajar terencana dan terprogram
serta hasil belajar yang terbentuk dari rekonstruksi siswa atas pengetahuan
yang dipelajarinya. Kedua penulis tersebut kemudian merevisi dengan
memasukkan siswa sebagai subjek pendidikan yang mampu mengkonstruksi
pengetahuan dan pengalaman
Implementasi kurikulum di sekolah harus
menimbulkan interaksi siswa dengan konten kurikulum. Hasil interaksi inilah
yang membuahkan pengetahuan siswa yang selanjutnya ditransformasi atau dikonstruksi
siswa menjadi pengalaman dan/atau kompetensi.
Sebagai Mata Pelajaran, Pengertian
kurikulum tradisional bermula dari kurikulum klasik The Seven Liberal Arts yang
terdiri atas The Trivium (grammar, retorik, dan dialektik) dan The
Quardrivium (aritmetika, geometri, geometri, astronomi, dan musik).
Menurut pengertian tradisional, kurikulum berarti mata pelajaran atau konten
(materi) mata pelajaran yang akan diajarkan sekolah, termasuk metode penyusunan
dan materi ajar.
Kalau definisi ini kita renungkan, terlihat
bahwa seperangkat mata pelajaran tersebut tidak menggambarkan pengetahuan atau
kompetensi yang akan dimiliki siswa setelah mempelajari semua mata pelajaran
dan materi ajar tersebut. Oleh karena itu, para ahli cenderung menamakan daftar
seperangkat mata pelajaran itu “program belajar” daripada kurikulum. Walaupun
para ahli telah 1 abad mengupayakan pengertian kurikulum yang lebih luas dan
mendalam, konsep kurikulum sebagai mata pelajaran tetap dipakai sebagai basis
desain dan pengembangan kurikulum sampai kini.
Sebagai Konten, Banyak
pendidik, terutama pada awal abad ke-20, memaknai kurikulum tradisional yang
fokus pada transfer konten kurikulum dari guru ke siswa sedemikian rupa
sehingga siswa kemudian harus mampu menunjukkan hasil transfer itu dalam ujian.
Konsepsi kurikulum yang tradisional ini terasa amat luas karena tidak dapat
dipastikan pengetahuan, keterampilan atau sikap apa saja yang harus dikuasai
siswa melalui kurikulum dan pembelajaran.
Sebagai hasil belajar, Selama
40 tahun terakhir, kurikulum bukan sekedar rancangan saja, tetapi mengutamakan
hasil implementasi rancangan itu dalam pembelajaran. Artinya, kurikulum
dirancang untuk membuahkan hasil belajar untuk dikuasai siswa. Namun ada hal
yang perlu diperhatikan yaitu adanya hasil belajar yang tersembunyi selain dari
yang direncanakan. Seperti pada pembelajaran sejarah menggukanan metode yang
tidak tepat. Secara tidak langsung pembelajaran tersebut menghasilkan anak
yang tidak suka membaca. Begitu pula munculnya hasil belajar terkait
dengan isu kontroversi tentang pendidikan seks, marxisme, komunisme,
homoseksual dan lain-lain yang tersembunyi dari kurikulum yang direncanakan.
Maka dari itu perlu memperhatikan pendekatan, metode, atau teknik mengajar
suasana kelas, strategi instruksional tertentu dalam pembelajaran agar
memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Sebagai Reproduksi Kultural, Sekolah
didirikan agar mampu menghayati pentingnya pengetahuan, moral atau sikap dan
nilai yang dianut orang tua mereka. Kelemahan dari definisi kurikulum ini
adalah tidak menyediakan tangga sosial bagi kemajuan individu anak dan
kehidupan masyarakat. Padahal pendidikan pada dasarnya sangat pro perubahan
bagi kemaslahatan umat, anti status quo.
Sebagai Pengalaman Belajar, Mark
dan Jaminson mengartikan kurikulum sebagai seperangkat pengalaman belajar yang
dimiliki siswa dalam suatu “setting” pembelajaran. Meskipun definisi ini
dikritik terlalu luas, tetapi tidak ada manfaat jika kurikulum tidak
berpengaruh pada peningkatan pengetahuan atau jika hanya menghasilkan hafalan
saja pada siswa; dan Pengalaman berimplikasi perlunya implementasi kurikulum
menghasilkan pengalaman, asalkan pengalaman itu berkontribusi pada pencapaian
tujuan pendidikan.
Sebagai sistem Produksi, Kurikulum
adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil pendidikan.
Biasanya, tujuan akhir dispesifikasi dalam bentuk tingkah laku seperti
mempelajari keahlian, tugas, atau melakukan suatu tingkah laku lama dengan
lebih baik. Pendekatan ini berasal dari program latihan di perusahaan,
industry. Kritik terhadap konsep ini adalah kecendrungan untuk memandang
pendidikan sebagai suatu mesin mekanis bagi pencapaian kognitif terendah,
seperti mengingat informasi yang diberikan atau yang dihafalkan. Tingkat
belajar yang tinggi seperti apresiasi, pengetahuan tentang pengetahuan diri
sendiri (metakognitif), serta nilai-nilai (values), amat sulit diperoleh
melalui latihan seperti yang diisyaratkan konsep kurikulum sistem produksi.
Sebagai bidang studi, kurikulum
adalah bidang studi atau mata pelajaran/kuliah memiliki fondasi dan ruang
lingkup sendiri seperti bidang studi lain, di samping memiliki riset,
teori-teori dan prinsip. Perkembangan selanjutnya ialah tumbuh laboraturium di
Teachers College, Columbia University yang mengkaji kurikulum sebagai suatu
inovasi.
3. Kurikulum dan Pembelajaran
Olivia
memerinci bahwa kurikulum bersifat programmatic, menyangkut program, rencana,
konten, dan pengalaman belajar; sedangkan pengajaran bernuansa methodological,
terkait metodologi, strategi, teknik pengajaran, implementasi dan presentasi
program, rencana atau konten kurikulum tersebut. Parkay menegaskan kurikulum
sebagai whats-nya sedangkan pengajaran adalah hows-nya. Namun dikarenakan ada
perdebatan terkait penjelasan tersebut maka jurusan di banyak universitas di
Amerika memadukan keduanya dengan istiliah Curriculum and Instruction.
4. Definisi Non-Akademik
Setiap stakeholders, pemerintah, orang tua dan guru memiliki kepentingan
dan orientasi pendidikannya masing-masing. Brady dan Kennedy mengusulkan
orientasi dan fungsi kurikulum yang mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan
pendidikan individu siswa dan stakeholders penddikan (Tabel 2.1)
Orientasi
|
Fungsi Kurikulum Pengetahuan,
Keterampilan dan Nilai-nilai yang:
|
Kultural
|
Mewariskan fondasi budaya masyarakat
ke generasi berikut
|
Personal
|
Membeli siswa dengan kebutuhan pokok
individu dan kelompok
|
Vokasional
|
Membekali siswa agar dapat
berpartisipasi aktif dalam dunia kerja
|
Sosial
|
Memungkinkan siswa fungsional di
masyarakat bagi kesejahteraan bersama
|
Ekonomi
|
Memungkinkan kemampuan individual
siswa berkontribusi pada kemajuan bangsa/Negara secara keseluruhan
|
5. Tantangan Definisi
Perdebatan mengenai kurikulum dinilai menghabiskan energy sehingga
masalah dan isu yang esensial dan subtantif, riset serta isu-isu praktis
kurikulum terabaikan.Tetapi, variasi pandangan para ahli tentang definisi
kurikulum membuka pikiran tentang betapa luasnya cakupan dan
beragamnya cara pandang dan anlisis bidang studi kurikulum.
Lary Cuban dan
Alfie Kohn menyatakan bahwa dunia pendidikan yang tergantung banyak
tes,kurikulum telah menjadi sempit dan hambar (bland). Mata pelajaran tertentu
seperti membaca dan matematika, diutamakan dengan mengorbankan mata pelajaran
yang mengandung nilai-nilai moral, kreativitas dan emosi.
Buku ini memilih satu
definisi yang diajukan Parkay sebagai berikut: Kurikulum mencakup semua
pengalaman pendidikan yang dimiliki siswa melalui program pendidikan yang telah
diikutinya untuk mencapai tujuan umumdan tujuan khusus kurikulum yang telah
dikembangkan berdasarkan kerangka teori dan riset dahulu dan praktik
professional kini, serta perubahan kebutuhan masyarakat.
B. Dasar-dasar (Fondasi) Kurikulum
Fondasi kurikulum
adalah kekuatanutama yang mempengaruhi kurikulum sehingga membentuk pokok
pikiran pengembang kurikulum termasuk konten dan struktur kurikulum yang mereka
susun.
Buku ini memaparkan empat
fondasi utama kurikulum: (1) fondasi filosofis, (2) fondasi historis, (3)
fondasi sosiologis, dan (4) fondasi psikologis dan teori belajar. Fondasi itu sering
juga disebuut dalam literatur sebagai sumber-sumber penentu kurikulum.
C. Pendekatan Kurikulum
1. Pendekatan Teknikal/Saintifik
Pendekatan Behavioral, mengharuskan
kurikulum memiliki tujuan sebagai target kurikulum. Pendekatan ini menurut William
Pinar selain bersifat logis, juga konseptuaal-empiris, eksperimental dan
teknokratis. Beberapa pengkritik menyebut pendekatan ini machine theory.
Pengaruh prinsip ini di sekolah terlihat, antara lain, pada penghilangan
kelas-kelas kecil, peningkatan rasio guru-siswa, pengurangan gaji guru dan
pengurangan biaya operasional sekolah. sasarannya ilah untuk menjaga agar
pengajaran dan pembelajaran dilakukan secara terukur dan sangat efisien.
Pendekatan Manajerial, Pendidik
yang menganut pendekatan manajerial memandang kurikulum dalam pengertian luas
dan mereka peduli pada sistem sekolah secara keseluruhan, bukan hanya pada
kelas atau mata pelajaran tertentu
saja. Mereka merancang
kurikulum dalam bentuk program, jadwal, ruang sekolah, mengelola sumber daya,
peralatan pembelajaran serta personel sekolah. Mungkin saja membentuk komite
dan kelompok kerja sehingga relasi harmonis antar warga sekolah merupakan
faktor penting dalam melakukan berbagai kegiatan bagi pengambilan keputusan
kurikuler. Pendekatan ini akrab dengan ide inovasi dan cara bagaimana ahli
kurikulum, supervisor dan administrator memfasilitasi perubahan kurikulum yang
positif.
Pendekatan akademik, terlihat
pada kurikulum yang fokus pada hakikat dan struktur ilmu pengetahuan seperti
post modern akademik. Artinya, perhatian pakar fokus pada bagaimana pengetahuan
dikonstruksi, didekonstruksi dan direkonstruksi. Dengan demikian sekolah harus
memahami bidang studi kurikulum.
2. Pendekatan Nonteknikal/Nonsaintifik
Pendekatan humanistik, Meletakkan
siswa sebagai subjek pembelajaran, dan karena itu, perlu kurikulum yang
memfasilitasi perkembangan anak secara utuh, bukan hanya bagi pengembangan
aspek kognitifnya saja. Pendekatan ini menerapkan pembelajaran kooperatif,
belajar mandiri, grup-kecil, dan kegiatan belajar sosial daripada pembelajaran
kompetitif yang didominasi guru dalam kelas besar.
Pendidikan rekonsepsualis,fokus
pada isu pendidikan ideologis secara luas. Pengembangan kurikulum bukan suatu
sistem tertutup, tetapi selalu terbuka untuk didiskusikan.
D. Definisi Kurikulum Komprehensif
Definisi
kurikulum dalam buku ini meletakkan siswa sebagai aktor atas kualitas
pembelajaran yang dimiliki siswa. Kualitas pembelajaran itu merupakan hasil
implementasi rancangan kurikulum dalam proses pembelajaran, bukan hanya yang
didesain berdasarkan pertimbangan teknis penyusunan kurikulum saja, tetapi juga
berdasar hasil penelitian, pengalaman praktisi pendidikan, serta teor-teori
belajar yang relevan, seperti hakikat belajar dan perkembangan manusia, serta
kebutuhan dan kecendrungan masa depan yang cepat berubah.
Dirangkum
dari
Sumber:Ansyar,
Mohammad.2017. KURIKULUM Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan. Jakarta:
Penerbit Kencana