A.
Pluralisme menurut MUI
Majelis ulama Indonesia menerbitkan fatwa tentang pluralisme
bersamaan dengan fatwa tentang liberalisme dan sekularisme dalam Musyawarah
Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil-Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M dengan
nomor 7/MUNAS VII/MUI/11/2005
1.
Dasar
Pertimbangan Penerbitan Fatwa
Adapun pertimbangan diterbitkannya fatwa tersebut adalah ; (1)
Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme, liberalisme dan
sekularisme agama serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat; (2)
Bahwa berkembangnya paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama di
kalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat
meminta MUI untuk menetapkan fatwa tentang masalah tersebut; (3) Bahwa oleh
karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang paham pluralisme,
liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat
Islam.
2.
Ayat
Al-Qur’an tentang Pluralisme
a.
Qs.
Ali Imran (3) : 85
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.”
b.
Qs.
AlI Imran (3) : 19
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…”
c.
Qs.
Al-Kafirun (109) : 6
“Untukmulah
agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
d.
QS.
al-Ahzab [33] : 36
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yangmukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata.”
e.
QS.
al-Mumtahinah [60] : 8-9
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangim karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu
dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka
sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
f. QS. al-Qashash [28] : 77
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
g.
QS.
al-An’am [6] : 116
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi
ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah).”
h.
QS.
AL-Mukminun [23] : 71
“Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
3.
Hadits
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
a.
Imam
Muslim (wafat 262 H) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Demi Dzat yang menguasai
jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani
yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia
mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia
akan menjadi penghuni neraka.”
(HR. Muslim)
b.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan
surat-surat dakwah kepada orang-orang non-Muslim, antara lain Kaisar Heraklius,
Raja Romawi yang beragama Nasrani, al- Najasyi raja Abesenia yang beragama
Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam mengajak mereka untuk masuk Islam. (Riwayat Ibnu Sa’d
dalam al- Thabaqat al-Kubra dan Imam al- Bukhari dalam Shahih
al-Bukhari)
c.
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan pergaulan sosial secara baik
dengan komunitas-komunitas non-Muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di
Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi
yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi Bani Quraidzah (Sayyid Bani
Quraidzah). (Riwayat al- Bukhari dan Muslim)
4.
Ketentuan
Umum
a.
Pluralisme
agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan
karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk
agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan
agama yang lain salah. Pluralisme agama
juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di
surga.
b.
Pluralitas
agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat
berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
5.
Ketentuan
Hukum
a.
Pluralisme,
Sekularisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama
adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
b.
Umat
Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme Agama.
c.
Dalam
masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti
haram mencampur-adukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah
pemeluk agama lain.
d.
Bagi
masyarakat Muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama),
dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam
bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk
agama lain sepanjang tidak saling merugikan
B.
Pluralisme Menurut Adian
Husaini
1.
Pengertian
Pluralisme
Pluralisme
Agama (Religious Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian agamaagama.
Sebagai ‘terminologi khusus’, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan,
misalnya disamakan dengan makna istilah ‘toleransi’, ‘saling menghormati’
(mutual respect), dan sebagainya. Sebagai satu paham (isme), yang membahas cara
pandang terhadap agamaagama yang ada, istilah ‘Pluralisme Agama’ telah menjadi
pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam studi agamaagama (religious
studies).
Dan
memang, meskipun ada sejumlah definisi yang bersifat sosiologis, tetapi yang
menjadi perhatian utama para peneliti dan tokohtokoh agama adalah definisi
Pluralisme yang meletakkan kebenaran agamaagama sebagai kebenaran relatif dan
menempatkan agamaagama pada posisi ”setara”, apapun jenis agama itu. Bahkan,
sebagian pemeluk Pluralisme mendukung paham sikretisasi agama.
Yang
perlu diperhatikan oleh umat Islam, khususnya kalangan lembaga pendidikan
Islam, adalah bahwa penyebaran paham Pluralisme merupakan proyek global yang
melibatkan kepentingan dan dana yang sangat besar. Tidak heran, jika penyebaran
paham ini menjadi perhatian negaranegara Barat dan LSMLSM global. Hampir
seluruh LSM dan proyek yang dibiayai oleh LSMLSM Barat, seperti The Asia Foundation,
Ford Foundation, dan sejenisnya, adalah merekamereka yang bergerak dalam
penyebaran paham Pluralisme Agama. LSMLSM Barat itu secara sistematis menyusup
masuk ke lembagalembaga atau organisasi Islam dengan menawarkan proyekproyek
penyebaran paham Pluralisme Agama. Berbagai buku, jurnal, artikel, dan
sebagainya telah diterbitkan dengan sokongan dana besarbesaran. Paham ini
bahkan sudah menyusup di bukubuku yang diajarkan kepada mahasiswa Perguruan
Tinggi Islam.
2.
Masalah
Keberagaman dalam Islam
Islam adalah agama yang sejak awal mengakui keberagaman. Konsep “tidak ada
paksaan untuk memeluk agama” dan konsep “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
sudah secara tegas dinyatakan dalam alQuran. Karena itu, kaum Muslim dilarang
keras memaksa orang lain untuk memeluk Islam. Meskipun, kaum Muslim diwajibkan
menyampaikan dakwah Islam. Bahkan, kaum Muslim diwajibkan menghormati pemeluk
agama lain. Seorang anak yang masuk Islam, diwajibkan tetap menghormati dan
berbuat baik kepada orang tuanya yang belum masuk Islam. Sejarah Islam
membuktikan bagaimana tingginya sikap toleran kaum Muslim terhadap pemeluk
agama lain.
Tetapi, dalam konsepsi Islam, adalah mustahil
untuk menyatakan, bahwa semua paham (isme) atau agama adalah benar dan
merupakan jalan yang samasama sah menuju Tuhan. Sebab, faktanya, begitu banyak
agama yang jelasjelas salah dalam pandangan Islam. Maka, ada perbedaan
mendasar antara mengakui dan menerima keberagaman beragama dengan mengakui
kebenaran semua agama. Yang pertama bisa dikatakan sebagai mengakui pluralitas
agama, sedangkan yang kedua adalah mengakui Pluralisme Agama. Islam mengakui
dan menerima perbedaan dan keberagaman, tetapi jelas tidak mengakui bahwa semua
agama adalah jalan yang samasama sah dan benar menuju Tuhan yang satu.
Karena itu, di dalam Islam, ada standar untuk
menyatakan, mana satu agama atau paham dikatakan salah/sesat dan mana yang
dikatakan benar.
3.
Minyak
babi cap onta
Islam memang mempunyai konsep yang tegas dan lugas dalam
soal keimanan. Tetapi, Islam telah memberi contoh, bagaimana hidup saling
menghormati dan menghargai antar sesama pemeluk agama yang berbedabeda.
Bahkan, seorang anak yag Muslim pun masih tetap diwajibkan menghormati orang
tuanya, meskipun orang tuanya bukan Muslim. Begitu juga dengan tetangganya.
Konsep Islam ini memang sangat khas Islam, yang seyogyanya tidak ada diantara
kalangan kaum Muslim yang mencoba untuk merusaknya.
Paham Pluralisme Agama telah terbukti sebagai
hal yang destruktif bagi semua agama. Sebab, paham ini tidak mengakui – bahkan
berusaha menghancurkan – klaim klaim kebenaran absolut masingmasing agama.
Padahal, diatas keyakinan akan kebenaran masingmasing itulah, maka satu agama
eksis. Paham ini memang sangat tidak toleran, karena tidak menghargai
keberagaman antaragama. Perbedaan antar agama adalah fakta yang tidak bisa
dibantah. Karena itu, penyebaran paham ini ke kalangan masyarakat beragama
merupakan satu bentuk penghancuran agama. Bisa dikatakan, paham ini memang
sejenis ‘senjata pemusnah massal’ (weapon of mass destruction), yang
berpotensi menghancurkan konsep dasar pada masingmasing agama. Atau, bisa juga
diibaratkan, paham ini sejenis parasit bagi agamaagama, yang jika menghinggapi
satu agama, maka parasit ini sedikitdemi sedikit akan mematikan inangnya.
Dalam sejarah sudah banyak orang yang
bereksperimen untuk ‘meramu’ agama baru, dengan alasan ingin menghilangkan
konflik antaragama. Tetapi, yang terjadi bukannya menyelesaikan masalah dan
mempersatukan agamaagama yang ada, malah yang terjadi justru sebaliknya, upaya
‘agama ramuan’ itu menjadi agama baru yang menambah daftar jumlah agama di
dunia. Karena itu, dalam tataran konsep teologis, tidak mungkin menyatukan dan
mempersamakan semua agama. Dalam konsep Islam, siapa yang mau beriman silakan
beriman, dan siapa yang maunya kafir, silakan kafir. Akibatnya tanggung
sendiri. (QS 18:29). Iman tidak dapat dipaksakan.
Klaimklaim kebenaran (truth claim)
bukanlah harus dibuang untuk menyelesaikan konflik antar umat beragama. Tidak
mungkin seorang muslim yang meyakini bahwa Nabi Isa a.s. tidak disalib, pada
saat bersamaan dipaksa meyakini, bahwa Nabi Isa a.s. mati di tiang salib untuk
menebus dosa manusia. Tidak mungkin seorang muslim meyakini bahwa zina adalah
haram, tetapi pada saat yang sama juga berpikiran sekularliberal dengan
meyakini bahwa perbuatan zina adalah halal. Dua keyakinan yang berbeda tidak
mungkin hidup dalam satu hati. Tauhid dan syirik tidak mungkin hidup
berdampingan secara damai dalam hati seorang mukmin.
Karena itu, kita mengimbau agar para penyebar
parasit Pluralisme Agama dari kalangan Muslim menyadari kekeliruan dan bahaya
dari tindakan mereka. Kita juga mengimbau, agar kaum pluralis agama tidak
memutarbalikkan ayatayat alQuran dengan tujuan untuk melegitimasi pandangan
Pluralisme Agama, seolaholah Pluralisme Agama adalah paham yang dibenarkan
oleh alQuran. Cara seperti ini sama saja dengan “menjual minyak babi tetapi
diberi cap onta”.
C.
Pluralisme menurut Jaringan Islam Liberal
1.
Elemen-elemen
dalam Pluralisme
Pertama,
Pluralisme bukan sekedar statement tentang adanya keragaman dalam masyarakat.
Kalau sekedar menyatakan bahwa masyarakat secara faktual beragam, tak banyak manfaatnya.
Yang kita butuhkan bukan pernyataan faktual, tetapi bagaimana sikap kita
terhadap keragaman itu. Apakah orang yang beda dengan kita mau kita terima atau
kita sesatkan? Di sinilah pentingnya wacana mengenai pluralisme.
Kedua,
Pluralisme bukan sekedar menolerir perbedaan, tetapi tindakan aktif untuk
mencari pengertian dan pemahaman dari keragaman. Sikap kita untuk membuka diri
terhadap keragaman dan belajar dari sana secara positif, itulah yang menandai
sikap ideal dalam gagasan pluralisme
Ketiga,
pluralisme bukanlah anjuran agar kita memeluk relativisme dalam bergama. Yakni
sikap mengendurkan ikatan dengan tradisi agama yang kita imani. Pluralisme
bukan relativisme, melainkan “encounter of commitment” perjumpaan pelbagai
komitment pertemuan sikap-sikapyang loyal pada tradisi agama masing-masing.
Seseorang yang terlibat dalam dialog antar-agama tak berarti harus meninggalkan
loyalitas pada agamanya. Loyalitasdan komitmen tak dikendurkan dalam
pluralisme.
Keempat,
dasar pokok pluralisme adalah dialog. Dialog bukan berarti suatu tindakan yang mau membolduser perbedaan antar
tradisi agama, dan memaksa peserta dialog untuk mengamini rejim identitas atau
kesamaan. Melainkan justru memahami perbedaan-perbedaan itu, seraya bertanya,
apa yang bisa kita pelajari dari sana.
2.
Pendapat
Tokoh JIL terkait pluralisme
Dalam sebuah wawancara dengan Ulil Abshar
Abdalla, yang kemudian dimuat di Harian
Jawa Pos, 11 Mei 2003, Budhy Munawar Rahman, tokoh JIL yang juga dosen
Universitas Paramadina mengatakan,”…inti keberagamaan itu kan kesadaran
Tuhan. Kosa kata “din” dalam bahasa Arab itu sendiri berarti ketundukan dan
keterikatan kepada Tuhan. Kata Islam juga bisa dikembalikan kepada maknanya
yang generik, yang asal, artinya, kepasrahan dan ketundukan…” demikian papar
Budhy, menjelaskan makna ayat “Inna ad-diina indallahi al-Islam”. Jadi, ayat
tersebut menurut kelompok liberal, tidak bisa diartikan sebagai “Sesungguhnya
agama yang diridhai di sisi Allah adalah Islam.” Melainkan mereka
mengartikan sendiri dengan, “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah
adalah kepasrahan, ketundukan.”
Sukidi,
aktivis liberal lainnya yang mendapat beasiswa di Harvard University, Amerika
Serikat, dalam wawancara dengan Ulil Abshar Abdalla, sebagaimana dimuat pada
situs www.islamlib.com, 10 Juni 2005, mengatakan,”Terus terang, saya memeluk
Islam bukan didasari doktrin bahwa Islam pasti yang paling benar, tapi karena
argumen bahwa Islam juga menyediakan sumber jalan yang sama untuk menuju Tuhan.
Jadi, Islam menjadi sumber yang equal dengan agama-agama lain dalam menunjukkan
jalan kepada Tuhan. Dengan premis itu, kita bisa respek pada proses pencarian
kebenaran dari berbagai tradisi agama lain,” ujarnya. Sukidi menegaskan, “Karena
itu, jangan sekali-kali mengklaim bahwa Islam adalah satu-satunya jalan menuju
Tuhan. Islam hanyalah satu di antara sekian banyak jalan menuju Tuhan. Jangan
pula kita tertipu oleh nama Tuhan itu sendiri, karena nama adalah simbol,
sekadar alat bantu untuk menuju Yang Esensial itu sendiri, “tegasnya.
D.
Pluralisme menurut Kristen
1.
Pluralisme
Dalam Pandangan Katolik
Menghadapi serbuan
paham Pluralisme Agama
ini, maka para
tokoh agama agama tidak
tinggal diam. Paus
Yohannes Paulus II,
tahun 2000, mengeluarkan Dekrit ‘Dominus Jesus’. Penjelasan ini,
selain menolak paham
Pluralisme Agama, juga
ditegaskan kembali bahwa
Yesus Kristus adalah
satusatunya pengantara keselamatan
Ilahi dan tidak
ada orang yang
bisa ke Bapa
selain melalui Yesus.
Latar
belakang dikeluarkannya Dekrit Dominus
Jesus dikarenakan ketidak setujuan Paus kepada para pemikir Pluralisme
Agama, salah satu pemikirnya yaitu Frans
Magnis Suseno yang mengatakan
pluralisme agama itu
sesuai dengan “semangat zaman”.
Ia merupakan warisan filsafat Pencerahan 300 tahun lalu dan pada
hakikatnya kembali ke pandangan Kant
tentang agama sebagai
lembaga moral, hanya
dalam bahasa diperkaya
oleh aliranaliran New
Age yang, berlainan
dengan Pencerahan, sangat
terbuka terhadap segala
macam dimensi “metafisik”,
“kosmis”, “holistik”, “mistik”, dsb.
Pluralisme sangat sesuai
dengan anggapan yang
sudah sangat meluas
dalam masyarakat sekuler
bahwa agama adalah
masalah selera, yang
termasuk “budaya hati”
individual, mirip misalnya
dengan dimensi estetik,
dan bukan masalah kebenaran. Mengkliam
kebenaran hanya bagi
diri sendiri dianggap
tidak toleran. Kata
“dogma” menjadi kata
negatif. Masih berpegang
pada dogmadogma dianggap ketinggalan zaman.
2.
Pluralisme
Dalam Pandangan Protestan
Berbeda
dengan agama Katolik yang memilik pemimpin tertinggi dalam hirarkis Gereja (Paus),
dalam kalangan Protestan
tidak bisa ditemukan
satu sikap yang
sama terhadap paham
Pluralisme Agama. Teologteolog
Protestan banyak yang
menjadi polopor paham ini.
Meskipun demikian, dari kalangan Protestan, juga muncul tantangan keras terhadap
paham Pluralisme Agama.
Seperti
yang dilakukan oleh pemikir protestan Indonesia Poltak YP Sibarani&Bernard
Jody A. Siregar, dalam buku Beriman dan Berilmu: Panduan Pendidikan Agama Kristen untuk
Mahasiswa, menjelaskan: Pluralisme
bukan sekedar menghargai
pluralitas agama tetapi
sekaligus menganggap
(penganut) agama lain
setara dengan agamanya.
Ini adalah sikap yang
mampu menerima dan
menghargai dan memandang
agama lain sebagai
agama yang baik
dan benar, serta
mengakui adanya jalan
keselamatan di dalamnya. Di satu pihak, jika tidak
berhatihati, sikap ketiga ini dapat berbahaya
dan menciptakan polarisasi
iman. Artinya, keimanannya
atas agama yang
diyakininya pada akhirnya
bisa memudar dengan
sendirinya, tanpa intervensi pihak lain.
Sebuah
kajian dan kritik yang serius terhadap paham Pluralisme Agama dilakukan oleh
Pendeta Dr. Stevri I. Lumintang, seorang pendeta di Gereja Keesaan Injil
Indonesia. Dijelaskan bahwa Pluralisme
adalah suatu tantangan
sekaligus bahaya yang
sangat serius bagi kekristenan. Karena
pluralisme bukanlah sekedar
konsep sosiologis, anthropologis,
melainkan konsep filsafat agama yang bertolak bukan dari Alkitab,
melainkan bertolak dari fakta kemajemukan yang diikuti oleh tuntutan toleransi, dan
diilhami oleh keadaan sosialpolitik yang didukung oleh kemajemukan etnis,
budaya dan agama ;
serta disponsori oleh
semangat globalisasi dan
filsafat relativisme yang mengiringinya. Pluralisme
secara terangterangan menolak konsep kefinalitasan, eksklusivisme
yang normatif, dan
keunikan Yesus Kristus. Kristus bukan
lagi satusatunya penyelamat,
melainkan salah satu
penyelamat. Inilah
pluralisme, dan disinilah
letaknya kehancuran kekristenan
masa kini, sekalipun pada
hakikatnya kekristenan tidak
akan pernah hancur.
Daftar
Pustaka
Husaini, Adian, Pluralisme Agama Musuh Agama-Agama, 2010 (Jakarta:
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia)
KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIANomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 Tentang PLURALISME,
LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
http://islamlib.com/gagasan/pluralisme/pluralisme-dan-pluralitas-dua-sisi-dari-koin-yang-sama/ diunduh pada Senin, 21 Mei 2018 Pukul 22:00
0 komentar:
Posting Komentar