Senin, 21 Mei 2018

Kepemimpinan Kepala Madrasah


A.     Pengertian Kepala Madrasah
           Kepala madrasah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar. Pemimpin yang dalam bahasa Inggris disebut leader dari akar kata to lead yang terkandung arti yang saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan di depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan pikiran-pendapat-tindakan orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya. Selanjutnya, penulis akan menjelaskan definisi kepemimpinan menurut para ahli. Definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Hoy dan Miskol, sebagaimana dikutip Purwanto, mengemukakan bahwa definisi kepemimpinan hampir sebanyak orang yang meneliti dan mendefinisikannya. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing sesuatu kelompok sedemikian rupa, sehingga tercapailah tujuan dari kelompok itu.
           Kepala madrasah terdiri dari dua kata yaitu “kepala” dan “madrasah”.Kata “kepala” dapat diartikan “ketua” atau “pemimpin” dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang “madrasah (madrasah)” adalahsebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Secara sederhana kepala madrasah (madrasah) dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah (madrasah) dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.[1]

B.     Konsep Dasar Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkait langsung dengan kebiasaan kelompok, melakukan hubungan dan memberikan perhatian pada kelompok berkepentingan dalam suatu organisasi. Secara khusus kepemimpinan di madrasah mempunyai penekanan pada pentingnya posisi kepemimpinan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas madrasah. Berbagai kutipan tersebut menekankan adanya dimensi sosial budaya dalam kepemimpinan. Di mana kepemimpinan berlangsung interaksi indvidu atau kelompok (siswa, guru, kepala madrasah, orang tua, masyarakat dan karyawan). Muara besar dari interaksi tersebut adalah terbentuknya budaya organisasi madrasah yang kuat sehingga pendidikan dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.[2]
           Dalam islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah Saw wafat menyentuh juga maksud yang terkandung dalam perkataan amir (jamaknya umara) atau penguasa. Kedua istilah itu dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin formal. Namun jika merujuk kepada firman Allah Swt dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 30 yang berbunyi:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”
           Maka kedudukan non formal dari seorang khalifah juga tidak dapat dipisahkan lagi. Adam As yang disebut manusia denagn tugas untuyk memakmurkan bumi yang meliputi tugas menyeru orang lain berbuat amar ma’ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar.
           Selain kata khalifah disebutkan juga kata ulil amri yang satu akar dengan kata amir sebagaimana disebutkan diatas. Kata ulil amri yang satu akar dengan kata amir sebagaimana disebutkan di atas. Kata ulil amri beerarti pemimpin tertinggi dalam masyarakat Islam sebagaimana firman Allah Swt dan surat An-Nisa (4) ayat 59:

Artinya: “Hai orang-orang yang  beriman taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan ulul amri di antara kamu”
           Sedangkan dalam suran An-Nisa (4) ayat 83 kata ulil amri mungkin berarti pemimpin tertinggi atau hanya pemimpin Islam yang mengepalai suatu jabatan:
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri (tokoh-tokoh sahabat dan para cendikiawan) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinyadari mereka (Rasul dan ulul amri) kalau tidaklah karena karunia dan Rahmat Allah kepada kamu tentulah kamu mengikuti syaitan, kecuali sebagian kecil saja (diantaramu)[3]
           Hal tersebut menunjukkan bahwa ulil amri yang dipaparkan dalam kedua ayat tersebut bukan penguasa atau pemerintah kafir yang menjajah masyarakat islam dan juga bukan pemimpin musyrik atau munafik .[4]
           Dalam Al-Qur’an juga disebutkan istilah auliya yang berarti pemimpinyang sifatnya resmi dan tidak resmi, sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Al-Maidah (5) ayat 55:

Sessunggguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasulnya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk kepada Allah.
Dalam Hadis Rasulullah Saw istilah pemimpin dijumpai dalam kata Raj’in atau amir seperti yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari:
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنَا سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَزَادَ اللَّيْثُ قَالَ يُونُسُ كَتَبَ رُزَيْقُ بْنُ حُكَيْمٍ إِلَى ابْنِ شِهَابٍ وَأَنَا مَعَهُ يَوْمَئِذٍ بِوَادِي الْقُرَى هَلْ تَرَى أَنْ أُجَمِّعَ وَرُزَيْقٌ عَامِلٌ عَلَى أَرْضٍ يَعْمَلُهَا وَفِيهَا جَمَاعَةٌ مِنْ السُّودَانِ وَغَيْرِهِمْ وَرُزَيْقٌ يَوْمَئِذٍ عَلَى أَيْلَةَ فَكَتَبَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَنَا أَسْمَعُ يَأْمُرُهُ أَنْ يُجَمِّعَ يُخْبِرُهُ أَنَّ سَالِمًا حَدَّثَهُ
 أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

           Dari Ibn ‘Umar r.a dia berkata: bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda: setiap orang di antara adalah pemimpin dan setiapa kamu akan bertanggungjawab atas kepemimpinannya, atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan dia akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, orang laki-laki adalah pemimpin dan dia akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, orang perempuan adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, dan pembantu adalah pemimpin harta benda tuannya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya , dan seorang anak adalah pemimpin harta benda ayahnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, maka sekali lagi setiap orang diantaramu adalah pemimpin dan setiap kamu akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya
           Berdasar ayat Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah Saw dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Islam adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang dirilai Allah Swt.[5]

C.      Kepala Madrasah sebagai Pemimpin Lembaga Pendidikan Islam
           Istilah kepala madrasah di sini memiliki makna umum. Pengertian kepala madrasah ini dimaksudkan berlaku bagi seluruh pengelola lembaga pendidikan yang bisa meliputi kepala madrasah, kepala madrasah, direktur akademi, ketua madrasah tinggi, rektor institut atau universitas, kiai pesantren, dan sebagainya.
                       Terlepas dari perbedaan model kepemimpinan ini, mereka tetap saja merupakan pihak yang paling penting dalam lembaga pendidikan Islam. Mereka yang mempunyai kewenangan mengendalikan lembaga pendidikan Islam dan menentukan arah atau strategi pengelolaan serta pengembangan lembaga tersebut. Dalam pelaksanaan pendidikan, pihak lain memang terlibat, tetapi kewenangan paling besar berada di tangan kepala madrasah/kepala madrasah mengingat kapasitas mereka sebagai pemimpin.[6]
           Sebagai pemimpin pendidikan yang profesional, kepala madrasah dituntut untuk selalu mengadakan perubahan. Mereka harus memiliki semangat yang berkesinambungan untuk mencari terobosan-terobosan baru demi menghasilkan suatu perubahan yang bersifat pengembangan dan penyempurnaan, dari kondisi yang memprihatinkan menjadi kondisi yang lebih dinamis, baik dari segi fisik maupun akademik, seperti perubahan smangat keilmuan, atmosfer belajar dan peningkatan strategi pembelajaran.
D.    Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Efektif
           Kajian-kajian karakteristik kepemimpinan efektif berkembang seiring dengan perkembangan dinamika organisasi. Dalam studi efektivitas orang cenderung ditemukan keragaman karakteristik kepemimpinan efektif. Semula kepemimpinan efektif identik dengan kepemimpinan birokrasi dan ilmiah, tetapi sekrang ditemukan strategi kepemimpinan baru dengan menempatkan aspek sosial budaya sebagai faktor yang menciptakan efektivitas organisasi. Sejumlah kajian terhadap organisasi madrasah memberi temuan tentang besarnya kontribusi kepemimpinan kepala madrasah dalam menciptakan perbaikan efektivitas madrasah.
           Dalam mewujudkan madrasah yang bermutu ini jelas membutuhkan kepemimpinan madrasah efektif. Kriteria kepala madrasah yang efektif ialah yang mampu menciptakan atmosfir kondusif bagi murid-murid untuk belajar para guru untuk terlibat dan berkembang secara personal dan profesional dan seluruh masyarakat memberikan dukungan dan harapan yang tinggi. [7]
           Menurut Mulyasa kriteria kepemimpinan kepala madrasah yang efektif adalah sebagai berikut:
a.              Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran  dengan baik, lancar dan produktif
b.             Dapat menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
c.              Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan madrasah dan penididkan
d.             Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan kedewasaan guru an pegawai lain di madrasah
e.              Mampu bekerja dengan tim manajemen madrasah
f.              Berhasil mewujudkan tujuan madrasah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan[8]
Lebih lanjut dalam rangka membina kerjasama dengan masyarakat perlu dilakukan upaya-upaya yang sesuai antara lain: mengadakan penyuluhan dengan menggunakan argumentasi yang tepat, menciptakan iklim yang kondusif, menciptakan komunikasi yang positif, mengadakan acara-acara madrasah khusus untuk keluarga dan masyarakat, mewajibkan orangtua maupun masyarakat menghadirinya, Proses penyadaran dapat dilakasanakan dengan menggunkan pendekatan yang mengacu pada pola budaya masyarakat setempat, nilai agama menggunakan law inforcement dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
E.  Fungsi Kepala Madrasah
Kepala madrasah atau madrasah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator.

1. Kepala madrasah sebagai educator (pendidik)
           Dalam melaksanakan fungsinya sebagai educator, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di madrasahnya.Menciptakan iklim yang kondusif, memberikan dorongan kepada warga madrasah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik.
           Dalam peranan sebagai pendidik, kepala madrasah harus berusaha menanamkan, memajukan, dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai yaitu pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik bagi para guru dan staf di lingkungan kepemimpinannya.[9]

2. Kepala madrasah sebagai manajer
           Manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencana, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.Kepala madrasah sebagai manajer mempunyai peran yang menentukan dalam pengelolaan manajemen madrasah, berhasil tidaknya tujuan madrasah dapat dipengaruhi bagaimana kepala madrasah menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan), dan controlling (pengontrol).
           Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program madrasah. [10]

3. Kepala madrasah sebagai administrator
           Peranan kepala madrasah sebagai administrator pendidikan pada hakekatnya, kepala madrasah mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan ketrampilan untuk mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang terjadi di masyarakat sehingga madrasah melalui program-program pendidikan yang disajikan senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru dan kondisi baru.
            
Kepala madrasah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program madrasah. Secara spesifik, kepala madrasah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. [11]

4. Kepala madrasah sebagai supervisor
           Salah satu tugas kepala madrasah sebagai supervisor adalah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.Kepala madrasah sebagai supervisor harus diwujudkan dengan kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta manfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstrakulikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboratorium dan ujian.
           Supervisi pendidikan merupakan bantuan yang sengaja diberikan supervisor kepada guru untuk memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar termasuk menstimulir, mengkoordinasi dan membimbing secara berlanjutan pertumbuhan guru-guru secara lebih efektif dalam tercapainya tujuan pendidikan.
            
           Berkenaan dengan pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepala madrasah merupakan seorang yang mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk memimpin suatu lembaga pendidikan (madrasah), yang di dalamnya diselenggarakan proses belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu keberhasilan proses belajar mengajar, tidak bisa terlepas dan merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab kepala madrasah. Kepala madrasah mempunyai tugas dan bertanggung jawab terhadap kualitas sumber daya manusia (guru, tenaga non kependidikan, dan staf madrasah lainnya), karena kepala madrasah merupakan seorang pejabat profesional dalam organisasi madrasah, yang bertugas mengatur semua sumber daya manusia dalam organisasi (madrasah), dan bekerja sama dengan tenaga kependidikan (guru) yang bertanggung jawab dalam mendidik anak, untuk mencapai keberhasilan pendidikan.[12]
F.     Keputusan-keputusan Pemimpin Lembaga Pendidikan Islam
           Pemimpin dalam bidang apa saja harus mampu menghasilkan keputusan-keputusan fungsional. Artinya, keputusan yang benar-benar mengikat seluruh anggota suatu organisasi untuk mematuhi dan menjalankannya bersama-sama, baik dengan keterpaksaan maupun kesadaran. Keterpaksaan bagi orang tertentu mungkin terjadi meskipun sedapat mungkin dihindarkan, karena seseorang harus menyesuaikan diri dengan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan diberlakukan bagi semua jajaran organisasi.
           Proses pengambilan keputusan meliputi tiga kegiatan, yaitu proses sebagai berikut:
1.      Kegiatan yang menyangkut pengenalan, penentuan, dan diagnosis masalah.
2.      Kegiatan yang menyangkut pengembangan alternatif masalah
3.      Kegiatan yang menyangkut evaluasi dan memilih pemecahan masalah terbaik
     Demikianlah ciri-ciri keputusan yang baik. Hal penting ini perlu diperhatikan oleh pemimpin lembaga pendidikan Islam dalam menjalankan roda organisasi, agar keputusan-keputusan yang diambilnya benar-benar produktif dan pada akhirnya dapat mengantarkan pada keberhasilan serta kemajuan lembaga pendidikan yang dipimpin[13]









BAB III
PENUTUP
          Secara sederhana kepala madrasah (madrasah) dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah (madrasah) dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran
Kepala madrasah atau madrasah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator.  Dalam mewujudkan madrasah yang bermutu ini jelas membutuhkan kepemimpinan madrasah efektif. Kriteria kepala madrasah yang efektif ialah yang mampu menciptakan atmosfir kondusif bagi murid-murid untuk belajar para guru untuk terlibat dan berkembang secara personal dan profesional dan seluruh masyarakat memberikan dukungan dan harapan yang tinggi.
 Kepala madrasah mempunyai tugas dan bertanggung jawab terhadap kualitas sumber daya manusia (guru, tenaga non kependidikan, dan staf madrasah lainnya), karena kepala madrasah merupakan seorang pejabat profesional dalam organisasi madrasah, yang bertugas mengatur semua sumber daya manusia dalam organisasi (madrasah), dan bekerja sama dengan tenaga kependidikan (guru) yang bertanggung jawab dalam mendidik anak, untuk mencapai keberhasilan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: Elkaf, 2006)
Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu, (Jakarta: BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENAG RI, 2010)
Syarifruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press,2005)
Mulyasa, Menjadi Kepala Madrasah Profesional, dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005),

Abudin Nata, Manajemen Pendidikan mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Pramada Media, 2003)




[1]  Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: Elkaf, 2006), h. 120
[2] Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu, (Jakarta: BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENAG RI, 2010) h.15
[3] Ibid., h. 18-21
[4] Syarifruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press,2005) h.160
[5] Ibid., h. 165
[6] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010) h.281
[7] Op.Cit., h. 27
[8] Mulyasa, Menjadi Kepala Madrasah Profesional, dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005), h. 98 
[9] Abudin Nata, Manajemen Pendidikan mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Pramada Media, 2003) h. 147
[10] Ibid., h. 148
[11] Ibid., 148-150
[12] Ibid., 150-152
[13] Mulyadi., h. 294

0 komentar:

Posting Komentar