Dari
tahun ke tahun jumlah penderita autisme terus meningkat. Di Amerika misalnya,
pada tahun 2012 jumlah autistik (sebutan untuk penderita autisme) adalah satu banding delapan puluh delapan.
Jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi satu banding enam puluh delapanm
pada tahun 2014. Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2013 Direktur Bina
kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan pernah menduga jumlah anak autis di
Indonesia sejumlah sekitar 112 ribu dengan rentang 5-19 tahun. Peningkatan jumlah
autistik tersebut, perlu diiringi dengan peningkatan pemahaman masyarakat
terkait gangguan perkembangan mental autisme.
Untuk
dapat memahami apa itu autisme, maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu
bagaimana model medis dari sebuah penyakit. Dalam konsep ilmu kesehatan, terdapat
peta yang menuntun darimana kita bisa memulai dan mengakhiri “petualangan”
untuk memahami suatu penyakit. Pada peta tersebut terdapat semua informasi yang
terbagi menjadi empat bagian yang saling berkaitan satu sama lain. Berikut adalah
bagan model medis dari suatu penyakit.
Bagan Model Medis dari sebuah penyakit - Edward R. Ritvo |
Mari
kita lihat bagaimana model ini bisa membantu menyusun cara berpikir kita.
Semisal pada kasus penyakit umum yang dialami anak-anak. Bu Susi pergi ke
sebuah klinik, dan mengatakan kekhawatiran tentang Santi, anak perempuanya yang
berusia lima tahun.
Pertama, Dokter menanyakan bagaimana gejala yang dialami Santi? Bu Susi menceritakan
bahwa Santi bangun tengah malam dengan sakit tenggorokan, batuk dan demam.
Kedua, Dokter
mempertanyakann penyakit apa yang menyebabkan gejala ini? Hasil pemeriksaan
menunjukkan pembengkakan amandel, tambalan putih, getah bening membengkak di
lehernya dan lender kental di tenggorokannya. ketidak normalan yang ditemukan
menjelaskan gejala dan mengarahkan kita pada tersangkanya.
Ketiga,
sekarang dokter bisa beralih pada penyebabnya. Mengambil sampel dari
tenggorokan Santi, kemudian membawanya ke labolaturium. Dokter menemukan
pertumbuhan bakteri strep beta. Misteri terpecahkan, Santi mengalama infeksi
tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri strep.
Keempat,
akhirnya setelah melakukan diagnosa, dokter sekarang menentukan pengobatan.
Dokter kemudian memberikan antibiotik, menyarankan untuk beristirahat,aspirin, minum
banyak air dan obat batuk. Dalam 48 jam Santi kembali pulih seperti sedia kala.
Demikian
gambaran, bagaimana semestinya kita menyusun semua informasi terkait autisme.
Pertama gambaran klinis kondisi para autistik, penyakit yang ada pada otak autistik, penyebab penyakit tersebut dan pengobatan untuk autistik. Secara
umum pengobatan terbagi menjadi dua tipe. Pertama yang bertujuan untuk
menghilangkan atau melawan penyebab penyakit. Ini disebut pengobatan rasional.
Yang kedua, adalah pengobatan pendukung, sebagai usaha untuk memulihkan
keadaan. Dalam kasus Santi, dokter menggunakan kedua tipe pengobatan. Pertama, pengobatan rasional menggunakan antibiotik
untuk melawan bakteri. Kemudian pengobatan pendukung yaitu istirahat total, minum air, aspirin dan obat
batuk sirup.
Terapi Toe Walking (agar tidak berjalan jinjit)- berjalan di tanah tanpa menggunakan alas kaki |
Penting
untuk memahami perbedaan antara dua tipe pengobatan tersebut ketika membahas
Autisme dan Asperger. Sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah literatur, karena
kita belum menemukan penyebab dari autisme,
maka sampai saat ini kita juga belum menemukan pengobatan rasional untuk
autistik, dan semua pengobatan yang dilakukan untuk autistic sekarang ini adalah tipe pengobatan
pendukung.
sumber:
Ritvo, Edward R. 2006. Understanding the Nature of Autism and Asperger's Disoreder. London: Jessica Kingsley Publishers
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160407160237-255-122409/indonesia-masih-gelap-tentang-autisme (diunduh pada 15 Februari 2020 pukul 15.30 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar